Sabtu, 04 Juni 2011

HUKUM TERMODINAMIKA II

Formulasi Kelvin-Planck atau hukum termodinamika kedua menyebutkan bahwa adalah tidak mungkin untuk membuat sebuah mesin kalor yang bekerja dalam suatu siklus yang semata-mata mengubah energi panas yang diperoleh dari suatu reservoir pada suhu tertentu seluruhnya menjadi usaha mekanik. Hukum kedua termodinamika mengatakan bahwa aliran kalor memiliki arah; dengan kata lain, tidak semua proses di alam semesta adalah reversible (dapat dibalikkan arahnya). Sebagai contoh jika seekor beruang kutub tertidur di atas salju, maka salju dibawah tubuh nya akan mencair karena kalor dari tubuh beruang tersebut. Akan tetapi beruang tersebut tidak dapat mengambil kalor dari salju tersebut untuk menghangatkan tubuhnya. Dengan demikian, aliran energi kalor memiliki arah, yaitu dari panas ke dingin. Satu aplikasi penting dari hukum kedua adalah studi tentang mesin kalor.

HUKUM TERMODINAMIKA I

  1. Hukum ini diterapkan pada gas, khususnya gas ideal

    PV = n R T

    P . DV + -V . DP = n R DT

  2. Energi adalah kekal, jika diperhitungkan semua bentuk energi yang timbul.

  3. Usaha tidak diperoleh jika tidak diberi energi dari luar.

  4. Dalam suatu sistem berlaku persamaan termodinamika I:

    D
    Q = DU+ DW


    D
    Q = kalor yang diserap
    DU = perubanan energi dalam
    DW = usaha (kerja) luar yang dilakukan
DARI PERSAMAAN TERMODINAMIKA I DAPAT DIJABARKAN:

  1. Pada proses isobarik (tekanan tetap) ® DP = 0; sehingga,

    D
    W = P . DV = P (V2 - V1) ® P. DV = n .R DT

    DQ = n . Cp . DT ® maka Cp = 5/2 R (kalor jenis pada tekanan tetap)
    DU-= 3/2 n . R . DT

  2. Pada proses isokhorik (Volume tetap) ® DV =O; sehingga,

    DW = 0 ® DQ = DU

    DQ = n . Cv . DT ® maka Cv = 3/2 R (kalor jenis pada volume tetap)
    AU = 3/2 n . R . DT


  3. Pada proses isotermik (temperatur tetap): ® DT = 0 ;sehingga,

    DU = 0 ® DQ = DW = nRT ln (V2/V1)

  4. Pada proses adiabatik (tidak ada pertukaran kalor antara sistem dengan sekelilingnya) ® DQ = 0 Berlaku hubungan::

    PVg = konstan ® g = Cp/Cv ,disebut konstanta Laplace
     
Catatan:

  • Jika sistem menerima panas, maka sistem akan melakukan kerja dan energi akan naik. Sehingga DQ, DW ® (+).


  • Jika sistem menerima kerja, maka sistem akan mengeluarkan panas dan energi dalam akan turun. Sehingga DQ, DW ® (-).


    1. Untuk gas monoatomik (He, Ne, dll), energi dalam (U) gas adalah

      U = Ek = 3/2 nRT ® g
      = 1,67

    2. Untuk gas diatomik (H2, N2, dll), energi dalam (U) gas adalah

      Suhu rendah
      (T £ 100ºK)

       
      U = Ek = 3/2 nRT ® g = 1,67 ® Cp-CV=R

      Suhu sedang
       
      U = Ek =5/2 nRT ® g = 1,67
      Suhu tinggi
      (T > 5000ºK)


      U = Ek = 7/2 nRT ® g = 1,67

    Kamis, 17 Maret 2011

    TITIK BERAT

    Telah dikatakan sebelumnya bahwa suatu benda tegar dapat mengalami gerak translasi (gerak lurus) dan gerak rotasi. Benda tegar akan melakukan gerak translasi apabila gaya yang diberikan pada benda tepat mengenai suatu titik yang yang disebut titik berat.


    Benda akan seimbang jika pas diletakkan di titik beratnya
    Titik berat merupakan titik dimana benda akan berada dalam keseimbangan rotasi (tidak mengalami rotasi). Pada saat benda tegar mengalami gerak translasi dan rotasi sekaligus, maka pada saat itu titik berat akan bertindak sebagai sumbu rotasi dan lintasan gerak dari titik berat ini menggambarkan lintasan gerak translasinya.
    Mari kita tinjau suatu benda tegar, misalnya tongkat pemukul kasti, kemudian kita lempar sambil sedikit berputar. Kalau kita perhatikan secara seksama, gerakan tongkat pemukul tadi dapat kita gambarkan seperti membentuk suatu lintasan dari gerak translasi yang sedang dijalani dimana pada kasus ini lintasannya berbentuk parabola. Tongkat ini memang berputar pada porosnya, yaitu tepat di titik beratnya. Dan, secara keseluruhan benda bergerak dalam lintasan parabola. Lintasan ini merupakan lintasan dari posisi titik berat benda tersebut.
    Demikian halnya seorang peloncat indah yang sedang terjun ke kolam renang. Dia melakukan gerak berputar saat terjun. sebagaimana tongkat pada contoh di atas, peloncat indah itu juga menjalani gerak parabola yang bisa dilihat dari lintasan titik beratnya.
    Jadi, lintasan gerak translasi dari benda tegar dapat ditinjau sebagai lintasan dari letak titik berat benda tersebut. Dari peristiwa ini tampak bahwa peranan titik berat begitu penting dalam menggambarkan gerak benda tegar.
    Cara untuk mengetahui letak titik berat suatu benda tegar akan menjadi mudah untuk benda-benda yang memiliki simetri tertentu, misalnya segitiga, kubus, balok, bujur sangkar, bola dan lain-lain. Yaitu d sama dengan letak sumbu simetrinya.
    Di sisi lain untuk benda-benda yang mempunyai bentuk sembarang letak titik berat dicari dengan perhitungan. Perhitungan didasarkan pada asumsi bahwa kita dapat mengambil beberapa titik dari benda yang ingin dihitung titik beratnya dikalikan dengan berat di masing-masing titik kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah berat pada tiap-tiap titik. dikatakan titik berat juga merupakan pusat massa di dekat permukaan bumi, namun untuk tempat yang ketinggiannya tertentu di atas bumi titik berat dan pusat massa harus dibedakan.

    KESEIMBANGAN PARTIKEL

    Suatu partikel disebut dalam keadaan seimbang, bila jumlah aljabar gaya-gaya yang bekerja pada partikel tersebut nol.
    Syarat keseimbangan partikel adalah : F = 0
    Jika partikel terletak pada bidang XY maka syarat keseimbangan : FX = 0 dan FY = 0

    MOMEN INERSIA

    Momen inersia (Satuan SI : kg m2) adalah ukuran kelembaman suatu benda untuk berotasi terhadap porosnya. Besaran ini adalah analog rotasi daripada massa. Momen inersia berperan dalam dinamika rotasi seperti massa dalam dinamika dasar, dan menentukan hubungan antara momentum sudut dan kecepatan sudut, momen gaya dan percepatan sudut, dan beberapa besaran lain. Meskipun pembahasan skalar terhadap momen inersia, pembahasan menggunakan pendekatan tensor memungkinkan analisis sistem yang lebih rumit seperti gerakan giroskopik.
    Lambang I dan kadang-kadang juga J biasanya digunakan untuk merujuk kepada momen inersia.
    Konsep ini diperkenalkan oleh Euler dalam bukunya a Theoria motus corporum solidorum seu rigidorum pada tahun 1730. Dalam buku tersebut, dia mengupas momen inersia dan banyak konsep terkait.

    Definisi sederhana momen inersia (terhadap sumbu rotasi tertentu) dari sembarang objek, baik massa titik atau struktur tiga dimensi, diberikan oleh rumus:
    I = \int r^2 \,dm\,\!
    di mana m adalah massa dan r adalah jarak tegak lurus terhadap sumbu rotasi.

    Analisis

    Momen inersia (skalar) sebuah massa titik yang berputar pada sumbu yang diketahui didefinisikan oleh
    I \triangleq  m r^2\,\!
    Momen inersia adalah aditif. Jadi, untuk sebuah benda tegar yang terdiri atas N massa titik mi dengan jarak ri terhadap sumbu rotasi, momen inersia total sama dengan jumlah momen inersia semua massa titik:
    I \triangleq  \sum_{i=1}^{N} {m_{i} 
r_{i}^2}\,\!
    Untuk benda pejal yang dideskripsikan oleh fungsi kerapatan massa ρ(r), momen inersia terhadap sumbu tertentu dapat dihitung dengan mengintegralkan kuadrat jarak terhadap sumbu rotasi, dikalikan dengan kerapatan massa pada suatu titik di benda tersebut:
    I \triangleq   \iiint_V \|\mathbf{r}\|^2 
\,\rho(\mathbf{r})\,dV \!
    di mana
    V adalah volume yang ditempati objek
    ρ adalah fungsi kerapatan spasial objek
    r = (r,θ,φ), (x,y,z), atau (r,θ,z) adalah vektor (tegaklurus terhadap sumbu rotasi) antara sumbu rotasi dan titik di benda tersebut.
    Diagram perhitungan momen inersia sebuah piringan. Di sini k adalah 1/2 dan \mathbf{r} adalah jari-jari yang digunakan untuk menentukan momen inersia
    Berdasarkan analisis dimensi saja, momen inersia sebuah objek bukan titik haruslah mengambil bentuk:
     I = k\cdot M\cdot {R}^2 \,\!
    di mana
    M adalah massa
    R adalah jari-jari objek dari pusat massa (dalam beberapa kasus, panjang objek yang digunakan)
    k adalah konstanta tidak berdimensi yang dinamakan "konstanta inersia", yang berbeda-beda tergantung pada objek terkait.
    Konstanta inersia digunakan untuk memperhitungkan perbedaan letak massa dari pusat rotasi. Contoh:
    • k = 1, cincin tipis atau silinder tipis di sekeliling pusat
    • k = 2/5, bola pejal di sekitar pusat
    • k = 1/2, silinder atau piringan pejal di sekitar pusat.

    MOMENTUM

    Dalam mekanika klasik, momentum (dilambangkan dengan P) didefinisikan sebagai hasil perkalian dari massa dan kecepatan, sehingga menghasilkan vektor.
    Momentum suatu benda (P) yang bermassa m dan bergerak dengan kecepatan v didefinisikan sebagai ::
    \mathbf{P}= m \mathbf{v}\,\!
    Massa merupakan besaran skalar, sedangkan kecepatan merupakan besaran vektor. Perkalian antara besaran skalar dengan besaran vektor akan menghasilkan besaran vektor. Jadi, momentum merupakan besaran vektor. Momentum sebuah partikel dapat dipandang sebagai ukuran kesulitan untuk mendiamkan benda. Sebagai contoh, sebuah truk berat mempunyai momentum yang lebih besar dibandingkan mobil yang ringan yang bergerak dengan kelajuan yang sama. Gaya yang lebih besar dibutuhkan untuk menghentikan truk tersebut dibandingkan dengan mobil yang ringan dalam waktu tertentu. (Besaran mv kadang-kadang dinyatakan sebagai momentum linier partikel untuk membedakannya dari momentum angular).

    Hukum Kekekalan Momentum

    Sama seperti energi, dalam kondisi tertentu, momentum suatu sistem akan kekal atau tidak berubah. Untuk memberikan pemahaman mengenai hal tersebut, maka akan digunakan konsep Pusat Massa. Misal jika ada sebuah sistem yang terdiri dari beberapa benda dengan massa \mathbf{m_1}, \mathbf{m_2}, \mathbf{.....}. bergerak dengan kecepatan masing-masing adalah \mathbf{v_1}, \mathbf{v_2}, \mathbf{.....}., maka kecepatan pusat massa sistem tersebut adalah :
    \mathbf{v_{cm}} = { \displaystyle\sum m_i 
\mathbf{v}_i \over \displaystyle\sum m_i }.
    Dan jika sistem tersebut bergerak dengan dipercepat dengan percepatan masing-masing adalah \mathbf{a_1}, \mathbf{a_2}, 
\mathbf{.....}., maka percepatan pusat massa sistem tersebut adalah :
    \mathbf{a_{cm}} = { \displaystyle\sum m_i 
\mathbf{a}_i \over \displaystyle\sum m_i }.
    Sekarang jika benda-benda tersebut masing-masing diberi gaya \mathbf{F_1}, \mathbf{F_2}, \mathbf{.....}., maka benda-benda tersebut masing-masing memiliki percepatan :
    \mathbf{a_{i}} = { \mathbf{F_i} \over m_i }.
    Sehingga percepatan pusat massa sistem dapat dinyatakan sebagai :
    \mathbf{a_{cm}} = { \displaystyle\sum 
\mathbf{F}_i \over \displaystyle\sum m_i }.
    Notasi \displaystyle\sum \mathbf{F}_i. merupakan notasi yang menyatakan resultan gaya yang bekerja pada sistem tersebut. Jika resultan gaya yang bekerja pada sistem bernilai nol (\displaystyle\sum \mathbf{F}_i = 0), maka sistem tersebut tidak dipercepat (\displaystyle\sum \mathbf{a}_i = 0). Jika sistem tidak dipercepat, artinya sistem tersebut kecepatan pusat massa sistem tersebut konstan (\mathbf{v_{cm}} = 
constant). Jadi dapat disimpulkan bahwa :
    \displaystyle\sum m_i \mathbf{v}_i = 
constant.
    Notasi di atas merupakan notasi dari hukum kekekalan momentum. Jadi total momentum suatu sistem akan selalu kekal hanya jika resultan gaya yang bekerja pada sistem tersebut bernilai nol.

    ENERGI DAN USAHA

    Jika sebuah benda menempuh jarak sejauh S akibat gaya F yang bekerja pada benda tersebut maka dikatakan gaya itu melakukan usaha, dimana arah gaya F harus sejajar dengan arah jarak tempuh S.
    USAHA adalah hasil kali (dot product) antara gaya den jarak yang ditempuh.


    W = F S = |F| |S| cos q
    q = sudut antara F dan arah gerak

    Satuan usaha/energi : 1 Nm = 1 Joule = 107 erg
    Dimensi usaha energi: 1W] = [El = ML2T-2
    Kemampuan untuk melakukan usaha menimbulkan suatu ENERGI (TENAGA).
    Energi dan usaha merupakan besaran skalar.
    Beberapa jenis energi di antaranya adalah:

    1. ENERGI KINETIK (Ek)

      Ek trans = 1/2 m v2

      Ek rot = 1/2 I w2

      m = massa
      v = kecepatan
      I = momen inersia
      w = kecepatan sudut


    2. ENERGI POTENSIAL (Ep)

      Ep = m g h

      h = tinggi benda terhadap tanah


    3. ENERGI MEKANIK (EM)

      EM = Ek + Ep

      Nilai EM selalu tetap/sama pada setiap titik di dalam lintasan suatu benda.
    Pemecahan soal fisika, khususnya dalam mekanika, pada umumnya didasarkan pada HUKUM KEKEKALAN ENERGI, yaitu energi selalu tetap tetapi bentuknya bisa berubah; artinya jika ada bentuk energi yang hilang harus ada energi bentuk lain yang timbul, yang besarnya sama dengan energi yang hilang tersebut.
    Ek + Ep = EM = tetap
    Ek1 + Ep1 = Ek2 + Ep2


    PRINSIP USAHA-ENERGI

    Jika pada peninjauan suatu soal, terjadi perubahan kecepatan akibat gaya yang bekerja pada benda sepanjang jarak yang ditempuhnya, maka prinsip usaha-energi berperan penting dalam penyelesaian soal tersebut

    W tot = DEk      ®  S F.S = Ek akhir - Ek awal
    W tot = jumlah aljabar dari usaha oleh masing-masing gaya
            = W1 + W2 + W3 + .......

    D Ek = perubahan energi kinetik = Ek akhir - Ek awal

    ENERGI POTENSIAL PEGAS (Ep)
    Ep = 1/2 k D x2 = 1/2 Fp Dx
    Fp = - k Dx

    Dx = regangan pegas
    k = konstanta pegas
    Fp = gaya pegas

    Tanda minus (-) menyatakan bahwa arah gaya Fp berlawanan arah dengan arah regangan x.
    2 buah pegas dengan konstanta K1 dan K2 disusun secara seri dan paralel:
    seri paralel

        1      =   1   +   1 
      Ktot       K      K2
     Ktot = K1 + K2
    Note: Energi potensial tergantung tinggi benda dari permukaan bumi. Bila jarak benda jauh lebih kecil dari jari-jari bumi, maka permukaan bumi sebagai acuan pengukuran. Bila jarak benda jauh lebih besar atau sama dengan jari-jari bumi, make pusat bumi sebagai acuan.